New Jersey, Orangtua yang punya anak autis sering dibayangi terus menerus oleh pertanyaan 'kenapa harus anak saya?'. Meski banyak kemungkinan seorang anak terkena autis, tapi banyak orang tua yang tidak terima anaknya menderita autis.
"Beberapa orang tua terus mencari tahu jawaban pertanyaan tersebut dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya, tapi mereka tetap tidak terima anaknya terkena autis," ujar Patricia Robinson,terapis ADHD, autis dan Asperger's sindrom seperti dilansir CNN, Senin (8/2/2010).
Maria Collazo dari New Jersey, orang tua dari bocah 5 tahun penderita autis mulai curiga pada anaknya setelah ia kesulitan mengambil benda dan mengucapkan kata pada umur 1 tahun.
Setelah tahu bahwa anaknya mengalami autis, Maria langsung melakukan browsing di internet, pergi ke perpustakaan, memesan buku dan menghabiskan waktu berjam-jam mengenai autis.
Ia mulai berpikir, apakah pekerjaannya yang selama berjam-jam di kantor, penggunaan Blackberry atau radiasi saat memeriksa kandungan yang membuatnya melahirkan anak dengan kondisi autis.
"Saya bertanya banyak hal pada diri sendiri. Apakah saya makan sesuatu yang tidak seharusnya? Apakah saya terkena paparan zat berbahaya selama hamil? Saya terus bertanya tapi saya tetap tidak tahu jawabannya. Rasanya seperti ada sesuatu yang membuat pikiran ini terus bertanya," tutur Maria.
Menurut Dr Judith Miles, professor pediatrik dan patologi, sangat wajar dan manusiawi jika seseorang ingin tahu kenapa sesuatu hal bisa terjadi. Tapi kebanyakan bertanya pada diri sendiri apalagi menyalahkan diri sendiri bisa membuat seseorang depresi.
"Mereka terus-terusan mencari tahu dan melihat ke belakang. Mereka juga terus menyalahkan dirinya sendiri, jangan-jangan kebiasaannya saat hamil adalah penyebabnya. Padahal tidak ada bukti kuat yang menunjukkannya," kata Dr Judith.
Mungkin harusnya saya tidak melakukan itu, mungkin harusnya saya tidak tinggal di daerah itu, mungkn harusnya saya tidak mengonsumsi makanan organik atau mungkin harusnya saya lebih banyak minum vitamin adalah pernyataan yang sering terlintas pada benak orang tua.
Dr Judith yang merupakan direktur biomedis dari the Thompson Center for Autism and Neurodevelopmental Disorders di University of Missouri menyebutkan, bahwa orang tua seharusnya bisa menerima anak yang telah dilahirkan ke dunia apapun kondisinya tanpa perlu memaksakan diri untuk tahu penyebab pastinya.
"Banyak orang tua yang terbangun tengah malam dan terus mencari tahu jawaban untuk teka-teki yang sebenarnya tidak perlu mereka cari tahu. Cukup menerimanya dengan lapang dada bisa menghilangkan pertanyaan yang terus menghantui tersebut," kata Dr Judith.
Autis merupakan gejala yang timbul karena adanya gangguan atau kelainan saraf pada otak seseorang. Diduga autis terjadi karena jembatan yang menghubungkan antara otak kanan dan otak kiri bermasalah atau terhambat.
Sampai saat ini belum ada satu penyebab yang pasti mengakibatkan anak autis. Namun faktor genetik, lingkungan yang terpapar merkuri atau logam berat, pestisida atau antibiotik yang berlebihan diduga sebagai penyebabnya.
(fah/ir)