Pengertian mengenai gagal ginjal kronik banyak diungkapkan oleh beberapa ahli, walaupun cara pandang para ahli berbeda tetapi mengandung arti yang sama, diantaranya :
“Chronic Renal Faillure (CRF) is a permanent, irreversible condition in which the kidneys case to remove metabolic waste and excessive water from the blood”. (Ignatavicius, D., et all, 1995:2112)
Pengertian diatas dapat diterjemahkan sebagai berikut “Gagal ginjal kronis adalah suatu kondisi yang permanen dan irreversible dimana ginjal tidak dapat membuang sampah metabolik dan air yang berlebihan dari darah”.
“Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut”. (Suyono, S., dkk, 2001:427)
“Gagal ginjal kronik adalah penyakit renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)”. (Smeltzer, S.C.,dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, 2001:1448)
Tiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah suatu kondisi yang permanen yang disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana ginjal gagal untuk membuang sampah metabolik (ureum dan sampah nitrogen lain) serta gagal untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Pengertian Nefrolithiasis
“Nefrolithiasis adalah batu yang terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi seluruh pelvis serta kaliks ginjal yang mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas”. (Purnomo, Basuki.B., 2003 : 57)
“Nefrolithiasis merupakan kristal yang terlihat seperti batu dan terbentuk di ginjal, kristal-kristal tersebut akan berkumpul dan saling berlekatan untuk membentuk formasi batu. (http://www.mail-archive.com) tanggal 24 Agustus 2005)
Berdasarkan pengertian diatas bahwa Nefrolithiasis adalah batu yang terbentuk dari pengkristalan pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi seluruh pelvis serta kaliks ginjal yang mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas.
c. Pengertian Nefrolitotomi
“Nefrolitotomi yaitu salah satu teknik bedah urologi dengan melakukan insisi pada ginjal untuk mengangkat batu”. (Smeltzer, S.C.,dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, 2001:1466)
“Nefrolitotomi adalah pembedahan terbuka untuk mengambil batu pada saluran ginjal”. (Purnomo, Basuki.B., 2003 : 65)
Dua pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Nefrolitotomi adalah tindakan bedah urologi dengan melakukan insisi pada ginjal untuk mengeluarkan batu pada saluran ginjal.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas bahwa gagal ginjal kronik ec nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan fungsi ginjal diakibatkan oleh batu yang terbentuk pada tubuli ginjal atau berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi seluruh pelvis serta kaliks ginjal yang menyebabkan obstruksi pada saluran kemih. Tindakan untuk mengatasi hal tersebut dilakukan nefrolitotomi yaitu mengangkat batu yang berada pada saluran ginjal.
3. Etiologi
a. Etiologi Nefrolithiasis
Menurut Purnomo, Basuki.B., 2003 : 57, terbentuknya batu ginjal diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap. Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu ginjal (nefrolithiasis) pada seseorang, yaitu :
1) Faktor Intrinsik :
a) Herediter
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya
b) Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
c) Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan
2) Faktor Ekstrinsik :
a) Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu ginjal lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan hampir tidak dijumpai.
b) Iklim dan temperatur
c) Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu ginjal.
d) Diet
Diet banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu ginjal
e) Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.
b. Etiologi Gagal Ginjal Kronik
Penyebab dari gagal ginjal kronis menurut Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., (1995 : 817), Ignatavicius, D., et all,(1995 : 2113) adalah :
1) Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih (SIK) sering terjadi dan menyerang manusia tanpa memandang usia, terutama wanita. Infeksi saluran kemih umumnya dibagi dalam dua kategori besar : Infeksi saluran kemih bagian bawah (uretritis, sistitis, prostatis) dan infeksi saluran kencing bagian atas (pielonepritis akut). Sistitis kronik dan pielonepritis kronik adalah penyebab utama gagal ginjal tahap akhir pada anak-anak.
2) Penyakit peradangan
Kematian yang diakibatkan oleh gagal ginjal umumnya disebabkan oleh glomerulonepritis kronik. Pada glomerulonepritis kronik, akan terjadi kerusakan glomerulus secara progresif yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
3) Penyakit vaskular hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi mungkin merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal, sebaliknya penyakit gagal ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi atau ikut berperan pada hipertensi melalui mekanisme retensi natrium dan air, serta pengaruh vasopresor dari sistem renin-angiotensin.
4) Gangguan jaringan penyambung
Penyakit jaringan penyambung (penyakit kolagen) adalah penyakit sistemik yang manifestasinya terutama mengenai jaringan lunak tubuh, dan yang sering terserang adalah ginjal. Penyakit jaringan penyambung yang dapat menyebabkan gagal ginjal diantaranya adalah lupus eritematosus sistemik (SLE) dan sklerosis sistemik progresif (skleroderma).
5) Gangguan kongenital dan herediter
Asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik ginjal merupakan penyakit herediter yang terutama mengenai tubulus ginjal. Keduanya dapat berakhir dengan gagal ginjal meskipun lebih sering dijumpai pada penyakit polikistik.
6) Penyakit metabolik
Penyakit metabolik yang dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik antara lain diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme primer dan amiloidosis.
7) Nefropati toksik
Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan-bahan kimia karena alasan-alasan berikut :
a) Ginjal menerima 25 % dari curah jantung, sehingga sering
dan mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah yang besar.
b) Interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia dikonsentrasikan pada daerah yang relatif hipovaskular.
c) Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat, sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus.
d) Gagal ginjal kronik dapat diakibatkan penyalahgunaan analgesi dan paparan timbal.
8) Nefropati obstruktif
Obstruksi pada saluran kemih dapat menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Adapun obstruksi
saluran kemih yang dapat menyebabkan gagal ginjal diantaranya :
a) Saluran kemih bagian atas
(1) Kalkuli
(2) Neoplasma
(3) Fibrosis
(4) Retroperitoneal
b) Saluran kemih bagian bawah
(1) Hipertrofi prostat
(2) Karsinoma prostat
(3) Striktur uretra
(4) Anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra
c. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal tahap akhir dan faktor yang dapat dipulihkan diidentifikasi dan ditangani. Dalam penatalaksanaan dapat dikelompokkan menjadi :
1) Penatalaksanaan Konservatif
a). Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
Menurut Moore, C.M., alih bahasa : Oswari, L.D., (1997:212), pengaturan diet penting sekali pada pengobatan gagal ginjal kronik. Tujuan dari penatalaksanaan diet adalah untuk menurunkan produksi sampah yang harus dieksresikan oleh ginjal dan menghindari ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Pemasukan cairan pada klien dengan gagal ginjal terbatas jumlahnya sehingga kenaikan berat badan tidak lebih dari 0,45 kg/hari. Bila ada oliguria, cairan yang diperbolehkan biasanya 400-500 ml (untuk menghitung kehilangan rutin) ditambah volume yang hilang lainnya seperti urine, diare, dan muntah selama 24 jam terakhir.
Klien dengan gagal ginjal harus membatasi pemasukan protein menjadi 0,6 gr/kg BB dari berat yang diinginkan setiap harinya. Protein sedikitnya harus mengandung 75 % nilai biologi tinggi, karena protein nilai biologi tinggi mengandung lebih banyk asam amino essensial daripada non essensial. Protein nilai biologi tinggi terutama dijumpai pada telur, daging, ayam dan ikan. Dengan membatasi jumlah protein total dan asam amino non essensial dapat menurunkan jumlah nitrogen yang harus diekskresikan sebagai urea. Tambahan karbohidrat dapat diberikan juga untuk mencegah pemecahan protein tubuh. Diet seperti ini harus diberi tambahan vitamin B kompleks, piridoksin dan asam askorbat.
Jumlah natrium yang dianjurkan adalah 40 sampai 90 mEq/hari(1 sampai 2 g natrium), tetapi asupan natrium maksimum harus ditentukan secara tersendiri untuk tiap penderita agar hidrasi yang baik dapat dipertahankan. (Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., 1995:863)
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
“Pengkajian merupakan proses pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan pada seorang klien”. (Hidayat, A. Azis., 2001:12).
Pengkajian dapat memudahkan untuk menentukan perencanaan perawatan pada klien dengan tepat, cepat, dan akurat. Adapun langkah-langkah pengkajian adalah sebagai berikut :
a. Pengumpulan Data
1) Data Biografi
Gagal ginjal kronik e.c Neprolithiasis merupakan penyakit saluran perkemihan yang umumnya terjadi pada laki-laki walaupun tidak menutup kemungkinan wanita dapat mengalaminya karena kecenderungan diet ketat untuk menjaga berat badan ditunjang dengan asupan air yang kurang. Usia 30-50 tahun menjadi faktor yang meningkatkan terjadinya neprolithiasis. Penyakit ini ditemukan juga pada pekerja-pekerja yang mempunyai pekerjaannya banyak duduk dan kurang aktifitas. (Purnomo, Basuki.B., 2003 : 57)
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
(1). Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit
Meliputi riwayat perjalanan penyakit sekarang dari mulai timbul gejala yang mengakibatkan klien masuk rumah sakit, tindakan yang dilakukan pada keluhan tersebut sampai klien datang ke rumah sakit serta pengobatan yang telah dilakukan.
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis pada awalnya mengeluh adanya perubahan pada pola berkemih seperti kelemahan atau penghentian urine, kesulitan untuk memulai dan mengakhiri proses berkemih, sering berkemih terutama malam hari, nyeri terbakar saat berkemih, darah dalam urine, tidak mampu berkemih, dan disertai dengan keluhan bengkak-bengkak/edema pada ekstremitas, dan perut kembung. (Gale, Danielle, 1999:153)
(2). Keluhan Utama saat pengkajian
Menggambarkan keluhan yang dirasakan oleh klien pada saat dikaji yang dikembangkan dengan metode PQRST. Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri pada umumnya mengeluh nyeri pada daerah yang diinsisi jika dilakukan nefrostomi, neprolitotomi atau nefrectomi, nyeri tersebut dirasakan bertambah apabila drain atau luka tertekan. Terdapat pula keluhan merasa mual akibat dari peningkatan status uremi klien, mual dirasakan klien secara terus menerus, bertambah jika klien makan ataupun minum, dan berkurang jika klien dalam keadaan istirahat.
b) Riwayat Kesehatan dahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien pada saat ini termasuk faktor predisposisi penyakit dan kebiasaan-kebiasaan klien. Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronis e.c neprolithiasis perlu ditanyakan riwayat penyakit ginjal sebelumnya seperti infeksi dan obstruksi saluran kemih, BAK keluar batu, riwayat penggunaan obat-obatan nefrotoksik, dan riwayat diet pada klien. Menurut Purnomo, Basuki.B., (2003 : 57), bahwa angka kejadian neprolithiasis dipengaruhi oleh faktor diet banyak purin, oksalat dan kalsium serta asupan air yang kurang dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit gagal ginjal kronik dan neprolithiasis seperti hipertensi, adanya riwayat neprolithiasis, dan diabetes mellitus.
3) Pola Aktivitas Sehari-hari
Kemungkinan klien akan mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari secara mandiri, seperti :
a) Nutrisi
Ditemukan penurunan nafsu makan berhubungan dengan perasaan mual dan stomatitis, asupan nutrisi yang kurang, ketidaksesuaian dengan diet yang dibutuhkan oleh klien tergantung dari pengetahuan dan kedisiplinan klien.
b) Eliminasi
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan e.c neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri memiliki keterbatasan aktivitas dimana menyebabkan menurunnya peristaltik usus sehingga timbul konstipasi, disertai dengan adanya perubahan pola berkemih bila terpasang drainase nefrostomi.
c) Istirahat Tidur
Klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung mengalami ganguan istirahat tidur sehubungan dengan adanya kecemasan terhadap penyakitnya, peningkatan status uremik yang menyebabkan pruritus, ataupun karena adanya rasa nyeri yang berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat nefrolitotomi, nefrostomi atau tindakan bedah lainnya.
d) Personal Hygiene
Klien dengan gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung pemenuhan kebutuhan personal hygiene seperti kebersihan kulit, gigi, rambut dan kuku terganggu karena adanya keterbatasan gerak, kelelahan atau karena rasa nyeri yang dirasakan oleh klien.
e) Aktifitas Sehari-hari
Keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan sehari - hari
mengakibatkan klien dalam beraktivitas membutuhkan bantuan dari keluarga.
4) Pemeriksaan Fisik
Menurut Denison, R.D., (1996:480) dan Doengoes, M., alih bahasa : Karyasa, L.M., (1999:626) bahwa pada pemeriksaan fisik klien dengan gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri akan ditemukan hal-hal sebagai berikut :
a). Sistem Perkemihan
Klien dengan gagal ginjal kronis akibat neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung akan ditemukan adanya edema anasarka dan keseimbangan cairan (balance) positif, nyeri tekan dan teraba pembesaran pada saat palpasi ginjal, nyeri ketuk saat perkusi ginjal, perubahan pola BAK, oliguri atau poliuri, dan pada tahap lanjut dapat ditemukan adanya bunyi bruits sign pada percabangan arteri renalis bila terjadi gangguan vaskularisasi.
b). Sistem Pernafasan
Pada sistem pernafasan cenderung ditemukan adanya pernafasan yang cepat dan dangkal (kussmaul), irama nafas yang tidak teratur, frekuensi nafas yang meningkat diatas normal, adanya retraksi interkostalis, dan epigastrium, sebagai upaya untuk mengeluarkan ion H+ akibat dari asidosis metabolik, pergerakan dada yang tidak simetris, vokal fremitus cenderung tidak sama getarannya antar lobus paru, terdengar suara dullness saat perkusi paru sebagai akibat dari adanya edema paru, dan pada auskultasi paru cenderung terdengar adanya bunyi rales. Pada tahap lanjut akan ditemukan adanya sianosis perifer ataupun sentral sebagai akibat dari ketidakadekuatan difusi oksigen di membran alveolar karena adanya edema paru.
c). Sistem Kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler cenderung ditemukan adanya anemis pada konjungtiva palpebra, denyut nadi yang menurun sebagai akibat dari adanya edema anasarka, tekanan darah meningkat, CRT (Cafilari Refilling Time) menurun, terdapat pelebaran pulsasi jantung, dan irama jantung cenderung terdengar irregular yang dapat diketahui dari gambaran EKG (Elektro Kardiografi).
d). Sistem Persyarafan
Pada sistem persyarafan cenderung ditemukan adanya penurunan tingkat kesadaran akibat dari peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam plasma darah, dan pada tahap lanjut cenderung terjadi koma uremia. Selain itu juga dapat ditemukan adanya penyakit hipertensi yang beresiko terjadinya penyakit serebrovaskuler berupa stroke TIA (Transient Ischemic Attack).
e). Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan cenderung ditemukan adanya mual, muntah, kembung dan diare serta perubahan mukosa mulut sebagai akibat dari tingginya kadar ureum dan kreatinin dalam darah atau karena tidak adekuatnya oksigen yang masuk ke saluran cerna yang akan merangsang refleks vasovagal berupa peningkatan asam lambung (HCL), atau bahkan konstipasi sebagai akibat hal tersebut diatas, motilitas usus akan menurun. Penurunan berat badan (malnutrisi) atau peningkatan berat badan dengan cepat (edema)
f). Sistem Integumen
Pada sistem integumen cenderung ditemukan adanya rasa gatal sebagai akibat dari uremi fross, kulit tampak bersisik, kelembaban kulit menurun, turgor kulit cenderung menurun (kembali > 3 detik). Pada tahap lanjut cenderung akan terjadi ketidakseimbangan termoregulasi tubuh dan akral teraba dingin.
g). Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi cenderung ditemukan adanya disfungsi seksual berupa penurunan libido dan impotensi.
5) Data Psikologis
Klien dengan gagal ginjal kronik akibat neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung ditemukan kecemasan yang meningkat hal ini diakibatkan karena proses penyakit yang lama, kurangnya pengetahuan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
6) Data Sosial
Klien dengan gagal ginjal kronis akibat neprolithiasis cenderung menarik diri dari interaksi sosial dalam hubungan dengan keluarga, perawat, dokter serta tim kesehatan lain sehubungan dengan adanya penurunan fungsi seksual, proses penyakit yang lama, perasaan negatif tentang tubuh dan jika sudah terjadi komplikasi pada tahap lanjut.
7) Data Spiritual
Keyakinan klien tentang kesembuhannya dihubungkan dengan lamanya penyakit dan persepsi klien tentang penyakitnya serta ketaatan pada agama yang dianut klien. Aktivitas spiritual klien selama menjalani perawatan di rumah sakit tergantung dari pendorong yang memotivasi bagi kesembuhan klien.
8) Data Seksual
Klien dengan gagal ginjal kronik akibat neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung mengalami penurunan fungsi seksual seperti penurunan libido.
9) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Urine
(a) Volume biasanya oliguri dan anuri
(b) Warna urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid dan fosfat, sedimen kotor atau kecoklatan menunjukkan adanya darah
(c) Berat jenis menurun, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
(d) Osmolalitas menurun kurang dari 350 mOsm/kg, menunjukkan kerusakan tubular.
(e) Klirens kreatinin menurun
(f) Natrium meningkat karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi natrium.
(g) Protein meningkat
(2) Darah
(a) Serum kreatinin meningkat.
(b) Blood Urea Nitrogen meningkat.
(c) Kadar kalium meningkat sehubungan dengan adanya retensi sesuai dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
(d) Hematokrit dan Hemoglobin menurun
(e) Natrium, kalsium menurun
(f) Magnesium / posfat meningkat
(g) Protein (khususnya albumin menurun)
(h) pH menurun pada keadaan asidosis metabolik (kurang dari 7,2).
(i) Asam posfatase akan meningkat.
b) Nilai GFR menurun kurang dari 50 lt/menit
c) Pyelogram Retrograd menunjukan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
d) Arteriogram mengidentifikasi adanya massa.
e) Ultrasonogarafi ginjal dan vesika urinaria menentukan ukuran ginjal, adanya massa, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
f) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa. Yaitu :
(1) Hyperkalemia : gelombang T naik, kompleks QRS terbuka, PR diperpanjang.
(2) Hypokalemia : Gelombang T mendatar/terbalik, ST turun dan QT diperpanjang.
(3) Hiperkalsemia : gelombang QT pendek, dan ST pendek.
(4) Hipokalsemia : gelombang QT di perpanjang, ST diperpanjang.
(5) Alkalosis : gelombang T mendatar.
(6) Asidosis : gelombang T naik.
b. Analisa Data
Menurut Hidayat, A. Azis., (2001:8) analisa data merupakan suatu proses dalam pengkajian dimana data yang menyimpang dikelompokkan kemudian dianalisa dan diinterpretasikan sehingga diperoleh masalah-masalah keperawatan yang klien perlukan.
c. Diagnosa Keperawatan
“Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial” (NANDA,1990).
“Diagnosa Keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial “(Hidayat, A. Azis., 2001:12).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri menurut Carpenito, L. J., alih bahasa : Ester, M., (1995:216), Gale,Danielle, (1999:154) serta Smeltzer, S. C., dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, (2001:1451), meliputi :
1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat pasca operasi (nefrolitotomi, nefrostomi), dan adanya obstruksi.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, stomatitis, Peruba-
han sensasi rasa, dan pembatasan diet.
3) Penurunan kardiak output berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit (kalium, kalsium), efek uremik pada otot jantung, kelebihan cairan.
4) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
5) Perubahan pola seksualitas yang berhubungan dengan penurunan libido.
6) Resiko infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif , invasi mikroorganisme pada daerah luka, adanya obstruksi dan statis urine.
7) Resiko gangguan integritas kulit : pruritus yang berhubungan dengan fosfat kalsium atau penumpukan ureum pada kulit.
8) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, anemia
9) Resiko terjadinya konstipasi berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek obat-obatan.
10) Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, hubungan sosial, fungsi peran, support sistem dan konsep diri.
11) Perubahan pola eliminasi BAK berhubungan dengan pemasangan kateter / nefrostomi.
2. Perencanaan
“Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dan proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan pemecahan masalah dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah pasien” . (Hidayat, A. Azis., 2001:12)
Menurut Carpenito, L.J., alih bahasa : Ester, M., (1995:216), Gale, Danielle, (1999:154), serta Smeltzer, S,C.,dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara, H.Y., dkk, (2001:1451), perencanaan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri adalah sebagai berikut :
a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat pasca operasi (nefrolitotomi, nefrostomi), dan adanya obstruksi.
Tujuan : rasa nyaman klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1) Keluhan nyeri berkurang.
2) Klien tidak meringis
3) Skala nyeri berkurang atau hilang.
4) Klien mampu memilih koping yang konstruktif untuk mengatasi nyerinya.
4. Evaluasi
”Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapai proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai, melelui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi secara tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan (Ignatavicius & Bayne, 1994 dalam Nursalam, 2001: 71)
Menurut Hidayat, A. Azis (2001: 13) Evaluasi merupakan catatan tentang indikasi kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan perawatan dan untuk mengkomunikasikan status pasien dari hasil tindakan keperawatan. Terdapat dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu evaluasi formatif yang menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera dan evaluasi sumatif yang merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien, tergambar dalam catatan perkembangan dengan komponennya SOAPIER :
S : Data subjektif
Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan dikeluhkan dan dikemukakan oleh klien.
O : Data objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain.
A : Analisa data
Data subjektif maupun objektif dinilai dan dianalisis apakah berkembang ke arah kebaikan atau kemunduran. Hasil analisis menguraikan sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi atau adakah perkembangan masalah baru.
P : Perencanaan
Rencana penanganan klien didasarkan pada hasil analisis di atas yang berisi melanjutkan rencana sebelumnya bila masalah belum teratasi.
I : Implementasi/pelaksanaan
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
E : Evaluasi
Penilaian sejauhmana rencana tindakan dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauhmana masalah klien teratasi.
R : Reassesment
Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data subjektif, objektif dan analisis.
SOAPIER dilakukan saat ada masalah baru, resiko tidak terjadi, masalah tidak teratasi sesuai kriteria waktu (tupen).
Askep GGK ec Nefrolithiasis yang ditampilkan belum sepenuhnya lengkap. untuk lebih lengkap silahkan request askep pada kami GRATIS !!!