A. PENGERTIAN
Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronis dengan berbagai macam etiologi, yang ditandai oleh timbulnya serangan paroksimal yang berkala sebagai akibat lepasnya muatan listrik serebral secara eksesif. Tergantung pada jenis gangguan dan daerah serebral yang secara berkala melepaskan muatan listriknya.
B. KLASIFIKASI
1. Grand Mall
Serangan epileptik terjadi secara tiba – tiba, klien jatuh sambil mengaeluarkan jeritan atau teriakan, pernapasan sejenak berhenti dan seluruh tubuh menjadi kaku, kemudian bangkit gerakan – gerakan yang dinamakan tonik klonik. Gerakan tonik adalah gerakan yang sejenak diselingi oleh relaksasi, sehingga selama serangan grand mall lengan danj tungkai tetap dalam sikap lurus tetapi secara ritmik terjadi fleksi ringan dan ekstensi kuat pada semua persendian anggota gerak, juga otot wajah dan badan melakukan gerakan tonik inin sanagat kuat sehingga tulang dapat patah dan bibir atau lidah dapat tergigit sampai terputus. Kesadran hilang pada saat klien terjatuh, urine dikeluarkan karena kontraksi tonik involunter dan air liur yang berbusa berbusa hasil kontraksi tonik-klonik otot – otot wajah, mulut, oropharing. Setelah berkontraksi klonik – klonik secara kuat dan gencar selama beberapa puluh detik sampai 1 – 2 menit, frekuensi dan intensitas konvulsi berkurang secara berangsur – angsur sehingga akhirnya berhenti. Klien masih belum sadar tetapi beberapa menit sampai setengah jam klien mulai membuka mata, tampak letih sekali dan mulai tertidur. Keadaan ini tergantung berat ringannya konvulsi, klien dapat tidur selama setengah jam sampai 6 jam. Setelah tidur paaka grand mall klien merasa sakit kepala dan tidak ingat apa yang terjadi kepadanya.
Sebelum searngan grand mall timbul, klien dapat memperlihatkan gejala – gejala prodormal yaitu irritabilitas (cepat marah/tersinggung), pusing, sakit kepala atau bersikap depresif. Padariwayat kesahatan didapatkan bahwa klien sudah sejak kecil mendapat serangan. Tetapi grand mall dapat juga timbul mulai usia 20 – 30 tahun harus dicurigai sebagai akibat adanya tumor serebri.
2. Petit Mall
Serangan epileptik yang berupa hilang kesadaran sejenak. Serangan ini biasanya timbul pada anak – anak yang berumur antara 4 – 8 tahun. Pada waktu kesadaran hilang untuk beberapa detik itu, tonus otot – otot skeletal tidak hilang sehingga klien tidak jatuh. Lamanya serangan antara 5 – 10 detik. Tetapi kadang – kadang timbul gerakan otot – otot wajah setempat (facial twitching). Pada waktu serangan petit mall berlangsung kedua mata menatap secara hampa ke depan atau ke dua mata berputar ke atas sambil melepaskan benda yang dipegangnya atau berhenti berbicara dan setelah sadar klien lupa apa yang terjadi padanya. Serangan petit mall dapat berhenti seterusnya bila klien berumur 20 atau menjelang 30 tahun. Tetapi ada kemungkinan petit mall dapat berkembang menjadi grand mall pada ui=sia 20 tahun.
3. Psychomotor (Symptomatologik Kompleks)
Serangan epileptik didahului oleh suara aura yang terdiri atas gejela – gejala kognitif, afektif, psikosensori atau psikomotor. Klien biasanya masih sadar pada waktu serangan tetapi tidak dapat mengingat kembali apa yang terjadi. Terdapat gangguan mental tak permanen, gerakan – gerakan otomatis tanpa tujuan seperti bertepuk tangan, mengecap – ngecap bibir, kadang – kadang mengingat masa lalunya, ada halusinasi penglihatan atau pendengaran, perubahan personalitas, tingkah laku anti sosial dan perasaan yang kurang pada tempatnya, mudah terangsang oleh musik, cahaya dan sebagainya. Sifat bilateral, simetris tanpa permulaan lokal.
4. Fokal (Jaksonian)
Serangan epileptik yang bangkit akibat lepas muatan listrik di daerah korteks serebri. Lepas muatan regional ini dapat (1) tetap bersifat fokal, (2) menggalakkan daerah yang berdampingan sehingga lepasan muatannya meluas, (3) seluruh korteks serebri melepaskan muatan listrik secara menyeluruh, merupakan aura konvulsi umum.
Setelah serangan konvulsi focal berlalu maka dapat timbul paralisis yang dikenal dengan paralisis Tood yang bersifat sementara. Manifestasi epilepsi fokal yang dapat bersifat sederhana dan kompleks. Manifestasi sederhana adalah perasaan pokok, gerakan otot setempat yang klonik – tonik atau gangguan bicara. Adapun gejala yang sering dijumpai adalah :
a. Motorik
gerakan involunter otot –otot salah satu anggota gerak, wajah, rahang bawah (mengunyah), pita suara (vokalisasi) dan kalumna vertebralis (badan berputar, torsi leher atau kepala)
b. Sensorik
Merasa nyeri, panas dingin, hypestesia/parestesia daerah kulit setempat, skotoma, tinitus, mencium bau barang busuk, mengecap persa logam, invertiga, mual, muntah, perut mules atau afasia.
c. Atonom
Muntah/mual dan hiperhidrosa setempat dianggap sebagai manifestasi susunan saraf otonom.
Motorik dan otonomdengan memperlihatkan ciri yang bertujuan dan terintegrasi. Gejala ini adalah :
a. Halusinasi
b. ilusi yang disebut De Javu, yaitu perasaan yang pernah melihatnya tapi dalam situasi yang asing ; Jamais Vu yaitu perasaan tidak pernah melihat nya tetapi dalam situasi yang tidak asing baginya ; Deja/jamais entedu yaitu perasaan pernah dan belum pernah mendengar ; Deja/jamais Vecu yaitu pernah dan belum pernah mengalami. Gejala – gejal tersebut disebut juga sebagai “Dreamy State” .
c. Perasaan curiga yaitu perasaan seolah – olah pikirannya memaksa sesuatu dan perasaan kesal sehingga muntah – muntah.
d. Automastimus, yaitu gerakan yang tampaknya bertujuan tetapi dilakukan dalam keadaan tak sadar, misalnya tangan mengusap – usap baju atau kain seprei, membuka kancing baju, memindah – mindahkan barang, lidah dan bibir mengecap – ngecap seolah menikmati makanan yang enak.
5. Miscellaneous(Myoclonik, akinetik)
Adalah gerakan involunter sekelompok otot skeletal yang timbul secara tiba – tiba dan berlangsung sejenak. Mioclonik merupakan manifestasi macam – macam kelainan neurologik (Degenerasi ponto cerebeler, meilitis) maupun non neurologik (uremia, hepatik failire). Serangan ini yaitu kontraksi otot – otot secara simetris atau asimetris, sinkronis atau asin kronis dan biasanya tidak ada kehilangan kesadaran.
C. PENYEBAB
v Idiopatik: sebagian besar epilepsy pada anak adalah epilepsy idiopatik
v Factor herediter (keturunan/sifat)
v Factor genetic
v Keleinan congenital otak
v Gangguan metabolic
v Infeksi
v Trauma
v Neoplasma otak dan selaputnya
v Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
v Keracunan
v Lain-lain: penyakit darah, gangguan keseimbangan hormone, degenerasi serebral.
Faktor Presipitasi
Factor presipitasi adalah factor yang mempengaruhi terjadinya serangan,yaitu:
1. Factor sensoris: cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan, air panas.
2. Faktr sistemis: demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu mis,golongan fenotiazin, klorpropmid, hipoglikemia, kelelahan fisik.
3. Factor mental: stress, dan gangguan emosi
Penyebab Epilepsi Berdasarkan Usia
USIA | PENYEBAB |
A. Bayi (0-2 tahun) | Ø Hipoksia parinatal dan iskemia Ø Trauma lahir intracranial Ø Gangguan metabolic (hipoglikemia, hipokalasemia, hipomagnesia, defisiensi piridoksin) Ø Malformasi congenital Ø Gangguan genetik |
B. Anak (2-12 tahun) | Ø Idiopatik Ø Infeksi akut Ø Trauma Ø Febris konvulsif |
C. Anak remaja (12-18 tahun) | Ø Idiopatik Ø Trauma Ø Penghentian obat, alcohol Ø Malformasi arterivenosa |
D. Dewasa muda (18-35 tahun) | Ø Trauma Ø Alcohol Ø Tumor otak |
E. Dewasa yang lebih tua (>35 tahun) | Ø Tumor otak Ø Penyakit Serebrovaskuler Ø Gangguan metabolic (uremia, gagal hepar, abnormalitas elektrolit, hipoglikemia) Ø alkohol |
D. PATOFISIOLOGI
Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat serangan sepilepsi sebagian karena otak mengalami kerusakan dab berat atau ringannya gangguan tersebut tergantung dari lokasi dan keadaan patologisnya. Bila terjadi lesi pada bagian tengah, thalamus, dan korteks serebri kemungkinan bersifat epileptogenik. Sedangkan lesi pada serebelum dan batang otak biasanya tidak mengakibatkan serangan epileptic.
Serangan epilepsy terjadi karena adanya lepas muatan listrik yang berlebihan dari neuron-neuron di susunan saraf pusat yang terlokalisir pada neuron-neuron tersebut. Gangguan yang abnormal dari lepasnya muatan listrik ini karena adanya gangguan keseimbangan antara proses ekssesi/ eksitasi dan inhibisi pada interaksi neuron hal ini juga disebabkan karena gangguan pada sel neuronnya sendiri atau transmisi sinaptiknya, transmisi sinaptik oleh neurotransmiter yang bersifat eksitasi atau inhibisi dalam keadaan gangguan keseimbangan akan mempengaruhi polarisasi membran sel dimana pada tingkat membran sel maka neuron epileptik ditandai oleh proses biokimia tertentu yaitu:
- Ketidakstabilan membrane sel saraf sehingga sel mudah diaktifkan.
- Neuron hipersensifitas dengan ambang yang menurun sehingga mudah teransang secara berturut-turut.
- Kemungkinan terjadi polarisasi yang berlebihan, hyperpolarisasi atau terhentinya repolarisasi karena terjadi perbedaan potensial listrik lapisan intra sel dan ekstra sel yaitu data rata 70 mVolt dimana lapisan intra sel lebih rendah, (40 adanya ketidakseimbangan ion yang mengubah lingkungan kimia dari neuron yang dapat menyebabkan membrane neuron mengalami depolarisasi.
Neurotransmitter yang bersifat inhibisi akan menimbulkan keadaan depolarisasi yang akan melepaskan muatan listrik secara berlebihan yaitu asetiloin, noradrenalin, dopamine, dan 5 hidroksitriptamin.
Penyebaran epileptik dari neuron-neuron ke bagian otak lain dapat terjadi oleh gangguan pada kelompok neuron inhibitor yang berfungsi menahan pengaruh neuron lein sehingga terjadi sinkronisasi dan aktivasi yang berulang-ulang terjadi perluasan sirkut kortikokortikal melalui serabut asosiasi atau ke kontralateral melalui korpus kalosum, projeksi talamokortikal difus, penyebaran ke seluruh ARS, sehingga klien kehilangan kesadaran atau gangguan pada formatio retikulasi sehingga sistem motoris kehilangan kontrol normalnya dan menimbulkan kontraksi otot polos.
E. TANDA DAN GEJALA
1. kejang tonik-klonik (dahulu di sebut grand mal)
paling umum dan paling dramatis dari semua manifestasi kejang,terjadi sebagai peringatan.
a) Fase tonik
v Mata ke atas
v Kesadaran hilang dengan segera
v Bila berdiri, jatuh ke lantai atau tanah
v Kekakuan terjadi pada kontraksi tonik simetrik yang umumnya pada seluruh otot tubuh
v Lengan biasanya fleksi
v Kaki, kepala, dan leher ekstensi
v Apnea dapat menjadi somatic
v Peningkatan salivasi
b) Fase klonik
v Gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstermitas berada pada kontraksi dan relaksasi yang berirama
v Berbusa pada mulut karena hiper salvias dapat mengalami inkontinensia urine dan fases
v Saat kejang berakhir gerakan berkurang, terjadi pada internal yang lebih panjang, kemudian berhenti secara keseluruhan
2. Status epileptikus
Urutan kejang pada interval yang terlalu singkat untuk memungkinkan pasien sadar kembali di antara waktu berakhirnya satu episode dan di mulainya episode, selain itu memerlukan intervensi darurat dan juga dapat menimbulkan kelelahan, gagal nafas, dan kematian.
3. Status pasca kejang
v Tampak rileks
v Dapat tetap sadar dan sulit bangun
v Dapat terbangun dalam beberapa menit
v Tetap mengalami konvusi selama beberapa jam
v Koordinasi buruk
v Dapat mengalami kesulitan penglihatan dan bicara
v Muntah atau mengeluh sakit kepala berat
v Tidak ada ingatan mengenai seluruh kejadian
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, darah tepi, dan lainnya sesuai dengan indikasi mesalnya kadar gula rensah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebro spinal (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan atas indikasi.
b. Pemeriksaan elektroensefalogram (EEG)
Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. EEG dapat menentukan fakus serta jenis epilepsy apakah fokal, multifokal, kortikal, atau subkortikal dan sebagainya.
c. Pemeriksaan radiologis
Foto tengkorak untuk menegtahui kelainan tengkorak, destrukis tulang, klasifikasi intrakranium yang abnormal (yang disebabkan oleh penyakit dan kelainan); juga tanda peninggian tekanan intracranial seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagainya.
Pneumonesenfalografi dan ventrikulografi dilakukan atas indikasi tertentu untuk melihat gambaran sistem ventrikel, sisterna, rongga subraknoid, serta gambaran otak. Hasilnya apakah terdapat atrofi otak, tumor serebri, hidrosefalus, araknoiditis, dan sebagainya.
Arteriografi dilakukan untuk mengetahui pembuluh darah di otak; apakah ada peranjakan (neoplasma, hematom, abses), penymbatan, (trombosis), peregangan (hidrosefalus), atau anomaly pembuluh darah (malformasi arteri vena, hemangioma). Zat kontras dapat dimasukkan melalui suntikan di arteri korteks interna, a.vertebralis, a.brakilais atau a.femoralis.
G. TERAPI
a. Pengobatan kausal
Perlu diselidiki dahulu apakah pasien epilepsi menderita penyakit yang aktif misalnya tumor serebri, hematoma sabdural kronik. Bila ya perlu diobati dahulu. Pada sebagian besar pasien epilepsi tidak dapat ditemukan lesinya (idiopatik, kriptogenik) atau lesi tinggal sekeule misalnya sekuele akibat trauma lahir, meningoensefalitis. Untuk hal ini diberi pengobatan yang ditujukan terhadap gejala epilepsi.
b. Pengobatan rumat
Paasien epilepsi umumnya cenderung mengalami serangan kejang secara spontan tanpa factor provokasi yang kuat atau nyata. Tidak dapat diramlkan kapan bangkitan kejang akan timbul. Timbulnya serangan kejang harus dicegah karena dapat menyebabkan cedera atau kecelakaan disamping kejang itu sendiri dapat menyebabkan kerusakan otak. Pada saat ini epilepsi diberi pengobatan antikonvulsan secara rumat. Di klinik sarf anak FKUI-RSCM Jakarta, biasanya pengobatan dilanjutkan sampai 3 tahun bebas serangan, kemudian obat dikurangi secara bertahap dan dihentikan dalam jangka waktu 6 bulan. Pada umumnya lamanya pengobatan harus diperiksa gejala intoksikasi dengan pemeriksaan laboratorium secara berkala.
Orang tua perlu dijelaskan mengenai lamanya pengobatan dan bahanya jika obat dihentikan secara mendadak.
Obat yang dipakai untuk epilesi yang dapat diberikan pada semua bentuk kejang:
Fenobarbital, dosis 3-8 mg/KgBB/hari
Diazepam, dosis 0,2-0,5 mg/KgBB/hari
Diamox (asetazolamid), dosis 10-90 mg/KgBB/hari
Dilatin (difenilhidantion), dosis 5-10 mg/KgBB/hari
Mysalon (primidion), dosis 12-25 mg/KgBB/hari
Bila penderita spasme infantile diberikan:
Prednison, dosisnya 2-3 mg/KgBB/hari
Deksametason, dosisnya 0,2-0,3 mg/KgBB/hari
Adrenokortikoitropin, dosisnya 2-4 mg/KgBB/hari
DAFTAR PUSTAKA
Wong. Donnal. 2003. Pedoman klinis keperawatan pediatric. Edisi 4. Jakarta. EGC
Mansjoer arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid. Jakarta. FKUI
Ngastyah. 1997. Perwatan anak sakit. EGC